Posted by : anggi n saputra
Senin, 24 November 2014
Apabila yang dimaksud dengan status usaha yaitu jenis badan
usaha, maka pada dasarnya untuk mengubah suatu jenis badan usaha
bergantung pada visi misi dan tujuan dari badan usaha tersebut. Dalam
hal ini apabila Perusahaan Dagang/Usaha Dagang ("PD/UD") saat ini
berjalan sesuai dengan kegiatan usahanya, maka PD/UD tersebut tidak
perlu untuk "diubah" menjadi badan usaha lainnya .
Namun,
apabila dalam perkembangannya PD/UD memiliki visi misi dan tujuan untuk
memperluas kegiatan PD/UD dan/atau diwajibkan dalam peraturan
perundang-undangan, maka jenis PD/UD tersebut dapat "diubah" dengan
membentuk badan usaha baru.
Adapun
berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu, suatu badan usaha
diwajibkan berbentuk badan hukum dalam hal menjalakan kegiatan usaha
seperti Bank, Rumah Sakit, penyelenggara satuan pendidikan formal.
Selain itu, apabila terdapat penyertaan modal asing dalam badan usaha
tersebut, maka badan usaha tersebut wajib untuk berbentuk badan hukum
yaitu Perseroan Terbatas. Sehingga apabila dalam perkembangannya PD/UD
akan melakukan kegiatan usaha sebagaimana disebutkan sebelumnya dan/atau
terdapat penyertaan modal asing dalam badan usahanya, maka PD/UD
tersebut wajib untuk berbentuk badan hukum.
Untuk
mengetahui badan usaha yang tepat untuk PD/UD tersebut, berikut aku
uraikan karakteristik untuk beberapa badan usaha baik yang merupakan
badan hukum atau bukan badan hukum.
A. Badan Usaha berbentuk Badan Hukum
Karakteristik
suatu badan hukum yaitu terdapat pemisahan kekayaan pemilik dengan
kekayaan badan usaha, sehingga pemilik hanya bertanggung jawab sebatas
harta yang dimilikinya.
Badan Usaha yang berbentuk Badan Hukum terdiri dari :
(1) Perseroan Terbatas (“PT”)
§ Memiliki ketentuan minimal modal dasar, dalam UU 40/2007 minimum modal dasar PT yaitu Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Minimal 25% dari modal dasar telah disetorkan ke dalam PT;
§ Pemegang Saham hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya;
§ Berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu diwajibkan agar suatu badan usaha berbentuk PT.
(2) Yayasan
§ Bergerak di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota;
§ Kekayaan Yayasan dipisahkan dengan kekayaan pendiri yayasan.
(3) Koperasi
§ beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
berdasar atas asas kekeluargaan.
§ Sifat keanggotaan koperasi yaitu sukarela bahwa tidak ada paksaan untuk menjadi anggota koperasi dan terbuka bahwa tidak ada pengecualian untuk menjadi anggota koperasi.
B. Badan Usaha bukan berbentuk Badan Hukum
Lain
halnya dengan badan usaha yang bukan berbentuk badan hukum, pada bentuk
badan usaha ini, tidak terdapat pemisahan antara kekayaan badan usaha
dengan kekayaan pemiliknya.
Badan usaha bukan berbentuk badan hukum terdiri dari:
(1) Persekutuan Perdata
§ Suatu
perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang terjadi karenanya;
§ Para sekutu bertanggung jawab secara pribadi atas Persekutuan Perdata.
(2) Firma
§ Suatu Perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha di bawah nama bersama;
§ Para anggota memiliki tanggung jawab renteng terhadap Firma.
(3) Persekutuan Komanditer (“CV”)
§ Terdiri dari Pesero Aktif dan Pesero Pasif/komanditer.
§ Pesero Aktif
bertanggung jawab sampai dengan harta pribadi, sedangkan pesero pasif
hanya bertanggung jawab sebesar modal yang telah disetorkan ke dalam
CV.
Apabila
PD/UD akan "diubah" dengan badan usaha lainnya, maka PD/UD tersebut
akan dibubarkan serta izin yang dimiliki oleh PD/UD tersebut akan
dicabut. Selanjutnya, akan didirikan badan usaha yang sesuai dengan
karakteristik dan visi misi yang diinginkan.
2. Perjanjian Kerja
maka pengusaha yang
melakukan perjanjian secara lisan dengan tenaga kerja yang
diperkerjakannya sudah merupakan Perjanjian yang memiliki akibat hukum,
hal ini berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU No. 13/2003 yang menyatakan bahwa “Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis atau lisan”.
Tanpa
adanya perjanjian, maka tidak adanya kesepakatan untuk melakukan
hubungan kerja antara pengusaha dan tenaga kerja baik lisan maupun
tertulis. Hal ini diatur dalam Pasal 50 UU No. 13/2003 yang menyatakan “hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh”.
Agar
Perjanjian yang terjadi antara pengusaha dengan tenaga kerja dapat sah
secara hukum, maka perjanjian yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga
kerja haruslah memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPer yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal
Sehingga,
perjanjian baik secara tertulis maupun lisan antara pengusaha dengan
tenaga kerja yang diperkerjakannya tetap memiliki hubungan hukum
diantara mereka selama perjanjian tersebut sah secara hukum dengan
mengikuti syarat-syarat sahnya perjanjian.
3. Kewajiban membentuk Peraturan Perusahaan
Berdasarkan Pasal 108 ayat (1) UU 13/2003,
diatur bahwa setiap Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan
yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
Adapun yang dimaksud dengan Pengusaha berdasarkan Pasal 1 angka 5 huruf a UU 13/2003 adalah;
“orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.”
Dari
kedua ketentuan pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Perusahaan (termasuk PD/UD) harus memiliki peraturan perusahaan jika
mempekerjakan pekerja/buruh sejumlah 10 (sepuluh) orang atau lebih.