Posted by : anggi n saputra
Kamis, 05 Maret 2015
Kenaikan Harga BBM dalam Pandangan Ekonomi Politik
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menimbulkan kontroversi
dan perdebatan sengit tidak hanya oleh mereka yang berada di kursi
parlemen, bahkan rakyat juga ikut berkecimpung di dalamnya. Dalam
kaitannya dengan ekonomi politik tentu harus ada yang menang dan kalah
dalam kenaikan harga BBM ini. disini saya mencoba mengungkap tentang
siapa yang menang dan siapa yang kalah apabila kenaikan ini terjadi dan
juga siapa yang menjadi “free rider”, dengan itu kita akan tahu apakah
benar APBN akan defisit jika BBM terus disusidi.
Perekonomian Indonesia memang dalam situasi yang kurang bagus untuk menghadapi pasar dunia,
apalagi dalam permasalahan mengenai Bahan Bakar Minyak yang dari sejak
dulu sudah tidak beres dalam penanganan masalah-masalah yang timbul
terkait masalah ini. Pemerintah seolah disetir oleh sebuah kekuatan
kapital besar yang membayang-bayangi, sehingga keputusan yang akan
diambil seolah tak berpihak pada rakyat Indonesia pada umumnya tetapi
lebih menekankan pada kepatuhan pada kekuatan Kapital tersebut.
Dalam permainan terkait kenaikan harga BBM yang menggemparkan
seluruh elemen masyarakat Indonesia. Mereka yang menolak akan hal itu
karena merasa dibohongi oleh pemerintah yang selalu mengatakan bahwa
APBN akan terus defisit jika BBM disubsidi sedangkan harga minyak dunia
terus naik. Mereka yang merasa setuju dengan adanya kenaikan ini karena
memang minyak dunia naik, maka BBM pun harus dicabut subsidinya dan
berbagai macam argumen-argumen lainnya, Akhirnya menimbulkan dua kubu
besar pertama, golongan Pro terhadap kenaikan dan kedua, golongan
yang Kontra terhadap kenaikan ini. Permasalahan klasik yang selalu ada
terkait dengan masalah kenaikan dari dulu hingga saat ini terus terjadi.
Untuk dapat menentukan berapa harga BBM yang pantas untuk rakyat
Indonesia kita perlu sepaham dahulu bahwa yang diartikan dengan BBM yang
akan kita bicarakan adalah bensin premium, karena hanya bensin premium
saja yang dijadikan obyek perdebatan. Selanjutnya kita perlu sepaham
juga tentang apa yang diartikan dengan “harga pokok”, dan apakah harga
pokok sama dengan pengeluaran uang tunai ? Kalau yang diartikan dengan
harga pokok bensin premium adalah uang tunai yang harus dikeluarkan
untuk mengadakan bensin premium.
Kita tidak pernah tahu berapa beban APBN atas bunga hutang yang harus pemerintah bayar setiap tahun yang sebenarnya tidak perlu. Karena APBN tidak pernah diserap 100% oleh Kementerian bahkan terkesan menghambur-hamburkan anggaran. kita tidak pernah melihat pemerintah kreatif untuk memikirkan efisiensi terhadap kebijakan-kebijakan yang berdampak negatif terhadap rakyat.
Kalau boleh saya mencontoh Sri Mulyani, maka saya akan lebih senang membandingkan harga rokok di Indonesia dengan Malaysia. kurang lebih 2 tahun lalu rata-rata harga rokok di RI +/-Rp 11.000,- per bungkus, sedangkan di Malaysia rata-rata harga rokok sudah mencapai +/-35.000,- jumlah perokok di Indonesia mencapai 100 juta orang, jika setiap perokok menghabiskan 7 batang per hari, maka akan ada 700 juta batang rokok yang dihisap per hari, jika cukai rokok dinaikkan Rp 250 per batang, maka harga rokok (dengan isi 16 batang per bungkus) akan menjadi Rp 15.000,- per bungkus (masih jauh lebih murah dibandingkan dengan harga rokok di Malaysia), hal tersebut akan menambah pendapatan baru dari Cukai rokok, yakni: 700 juta batang rokok X Rp. 250,- X 365 Hari = 63,875 Trilyun.
Daftar Pustaka : Pasaribu,Rowland Bismark Fernando. 2012. Bahan Ajar Perekonomian Indonesia. Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Kenari.
Kita tidak pernah tahu berapa beban APBN atas bunga hutang yang harus pemerintah bayar setiap tahun yang sebenarnya tidak perlu. Karena APBN tidak pernah diserap 100% oleh Kementerian bahkan terkesan menghambur-hamburkan anggaran. kita tidak pernah melihat pemerintah kreatif untuk memikirkan efisiensi terhadap kebijakan-kebijakan yang berdampak negatif terhadap rakyat.
Kalau boleh saya mencontoh Sri Mulyani, maka saya akan lebih senang membandingkan harga rokok di Indonesia dengan Malaysia. kurang lebih 2 tahun lalu rata-rata harga rokok di RI +/-Rp 11.000,- per bungkus, sedangkan di Malaysia rata-rata harga rokok sudah mencapai +/-35.000,- jumlah perokok di Indonesia mencapai 100 juta orang, jika setiap perokok menghabiskan 7 batang per hari, maka akan ada 700 juta batang rokok yang dihisap per hari, jika cukai rokok dinaikkan Rp 250 per batang, maka harga rokok (dengan isi 16 batang per bungkus) akan menjadi Rp 15.000,- per bungkus (masih jauh lebih murah dibandingkan dengan harga rokok di Malaysia), hal tersebut akan menambah pendapatan baru dari Cukai rokok, yakni: 700 juta batang rokok X Rp. 250,- X 365 Hari = 63,875 Trilyun.
Kalau saja Pemerintah mau sedikit kreatif
masih banyak lagi permasalahan untuk di Efisiensi, terutama yang
dampaknya negatif buat rakyat.
Daftar Pustaka : Pasaribu,Rowland Bismark Fernando. 2012. Bahan Ajar Perekonomian Indonesia. Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Kenari.