Archive for Mei 2016
Iklan
sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku.
Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa
tertipu iklan.
Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla begitu Ludmilla Arief biasa disapa membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.
Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla begitu Ludmilla Arief biasa disapa membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.
Sebulan menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin. “Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4). Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.
Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,” imbuhnya. Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati swasta itu.
Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Tak
terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan.
Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan
BPSK Jakarta.
Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan.“Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.
Kuasa
hukum NMI, Hinca
Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada
kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai
prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan
rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan.
Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.
Dapat kita simpulkan bahwa Iklan
memang ditujukan kepada konsumen agar tertarik untuk membeli produk atau barang
yang akan ditawarkan. Akan tetapi seharusnya iklan itu tidak menjurus ke
penipuan, karena hal tersebut dapat mebuat konsumen hilang kepercayaan terhadap
produk yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut dan akan mengakibatkan
kerugian tersendiri bagi perusahaan tersebut. Dari kasus tersebut konsumen
sudah dirugikan terhadap haknya yaitu Hak atas informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa, Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.Berdasarkan kasus
tersebut maka perusahaan tersebut telah melanggar UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, yang berlaku sejak 20 April 2000 tentang
perlindungan konsumen.
Hak
atas kekayaan intelektual (HaKI) atau biasa disingkat HKI (Hak Kekayaan
Intelektual) adalah hak eksklusif yang diberikan oleh hukum yang berkaitan dengan
usaha manusia, didasarkan kepada kemampuan intelektual yang memiliki nilai
ekonomi. HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan
Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan,
dibeli, maupun dijual. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas
segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan,
seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna
untuk manusia. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa HaKI atau HKI adalah hak
yang berasal dari hasil kegiatan kretif suatu kemampuan daya berpikir manusia
yang mengepresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang memiliki
manfaat serta berguna dalam menunjang khidupan manusia, juga mempunyai nilai
ekonomis yang melindungi karya-karya intelektual manusia tersebut.
Ruang
Lingkup HaKI
Secara
garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
- Hak Cipta (Copyrights)
- Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup: Paten (Patent), Desain Industri (Industrial Design), Merek (Trademark), Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition), Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit), Rahasia dagang (Trade secret), Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection).
Hak
cipta adalah hak eklusif hak (hak yang semata-mata diperuntukan bagi
pemegangnya sehingga tidak ada pilihan lain yang boleh memanfaatkan hak
tersebut tanpa izin pemegangnya) bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan-peraturan yang
berlaku. Di Indonesia, pengaturan hak cipta diatur dalam UU No. 19 tahun 2002
tentang hak cipta (UUHC).
Ciptaan
yang dilindungi berdasarkan UUHC pasal 12 ayat 1 yaitu ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup: Buku, program computer,
pamflet, perwajahan (layout), karya tulis yang diterbitkan, Ceramah, kuliah,
pidato, Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan, Lagu dan music dengan atau tanpa teks, Drama atau drama musical,
tari, koreografi, pewayangan, dan pantomin, Seni rupa dalam segala bentuk,
seperti seni lukis, gambar seni ukir, kaligrafi, seni pahat, seni patung,
kolase, dan seni terapan, Arsitektur, Peta, Seni batik, fotografi, Sinamatografi,
Terjemahan, tafsir saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dalam hal
pengalihwujudan.
Hak Paten
Hak
eksklusif yang diberikan oleh Negara atas hasil invensinya di bidang
teknologi,yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri untuk ivensinya
tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. Dasar hukum Hak Paten : Undang-Undang No 14 tahun 2001 tentang
hak paten.
Desain
Industri
Suatu
kreasi tentang bentuk,konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis
dan warna atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua
dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu barang komoditas,atau
kerajinan tangan. Dasar hukum : Undang-Undang No 13 tahun 2000 tentang
desain industry
Hak merek
Hak
eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek terdaftar dalam
daftar umum merek dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek
tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Dasar
hukum hak merek : Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang merek