Archive for Juli 2016

Setelah melalui proses Pemeriksaan Pendahuluan dan Lanjutan selama kurang lebih 120 (seratus dua puluh) hari kerja, saat ini  Majelis Komisi yang dipimpin oleh Chandra Setiawan tengah mempersiapkan Putusan terkait Dugaan Kartel Perdagangan Sapi untuk memasok kebutuhan daging sapi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Proses penegakan hukum (pemeriksaan) yang digelar sejak bulan September 2015 ini diawali dengan inisiatif KPPU melalui serangkaian investigasi dan monitoring terhadap harga daging sapi yang melonjak tinggi dalam beberapa waktu terakhir. Dalam hal ini, terdapat 32 pelaku usaha yang ditetapkan sebagai Terlapor, yang diduga melanggar Pasal 11 dan 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Jabodetabek.

Kesimpulannya adalah bila masih ada perusahaan yang melakukan praktik kartel daging sapi, maka sudah seharusnya dipidanakan sebagai tindak pidana ekonomi. Kecurigaannya bahwa harga daging sapi yang tinggi merupakan skenario untuk mempertahankan bahkan menambah kuota impor daging sapi. Selain membongkar dan menghukum pelaku praktik kartel daging sapi, pemerintah juga bisa memangkas rantai distribusi daging sapi yang terlalu panjang karena diduga ada calo yang bermain. Pemerintah harus fokus pada upaya swasembada daging sapi. Apalagi, pada saat kampanye, Presiden Joko Widodo berjanji tidak akan mengimpor daging sapi

Swasembada daging sapi bisa dilakukan jikalau pemerintah serius melakukan pendampingan dan memberikan insentif pada peternak lokal. Harga daging sapi segar yang cukup tinggi, hingga mencapai Rp120.000 per kilogram mendorong masyarakat untuk beralih ke daging beku. Pemerintah telah berupaya menekan harga daging sapi, salah satunya dengan mengimpor dari Australia, Selandia Baru, dan India. Impor daging sapi dari India cukup mengagetkan karena negara tersebut belum bebas dari sejumlah penyakit ternak, misalnya penyakit mulut dan kaki.




ADANYA PRAKTEK KARTEL PENYEBAB LANGKANYA DAGING SAPI

Posted by anggi n saputra
Sabtu, 02 Juli 2016
MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen

Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
Perjanjian yang dilarang

Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut. Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
1.      Oligopoli
2.      Penetapan harga
3.      Pembagian wilayah
4.      Pemboikotan
5.      Kartel
6.      Trust
7.      Oligopsonih
8.      Integrasi vertikal
9.      Perjanjian tertutup
10.  Perjanjian dengan pihak luar negeri

Universitas Gunadarma

Universitas Gunadarma
Mahasiswa Gunadarma

Anggi Nurdiansyah Saputra

Anggi Nurdiansyah Saputra
MySelf

Popular Post

About

Diberdayakan oleh Blogger.

About

Naruto - Animated Dancing Akatsuki Tobi

Blogger templates

- Copyright © 2013 Anggi Nurdiansyah Saputra | BLOG -Sao v2- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -