Posted by : anggi n saputra Kamis, 30 April 2015

APBN Indonesia

Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini menjadi salah satu pekerjaan pejabat pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang jauh dari pantauan publik. Output dan realisasinya pun tidak bisa diperiksa dan dinikmati langsung oleh kebanyakan rakyat.
Ibarat masakan, menu anggaran dimasak secara khusus di dapur sang koki, pemerintah dan DPR dengan resep yang tidak diketahui publik. Hasil masakannya pun, hanya sebagian masyarakat yang bisa mengerti dan menikmatinya.

 
Meskipun, pembahasan anggaran secara formal dibahas secara terbuka dan dalam kawalan awak media hanya pada saat finishing atau memberi bumbu-bumbu terakhir sebelum disuguhkan. Rakyat tidak pernah dilibatkan sejak proses awal meracik menu anggaran itu.
Bahkan mantan Ketua DPR, Marzuki Alie pernah menyatakan ‘rakyat biasa jangan diajak membahas pembangunan gedung baru, hanya orang-orang elit, orang-orang pintar yang bisa diajak membicarakan masalah itu’. Pernyataan sang mantan pimpinan lembaga legislatif itu sangat ironi.
Demikianlah yang terjadi dalam pembahasan APBN. Publik hanyalah penonton drama penentuan triliunan rupiah. Ada sedikitlah sentuhan media massa dari para pengamat ekonomi dan LSM-LSM pada saat pembahasan, tapi efeknya sangat tidak signifikan. Karena dalam skema pembahasan APBN harus diatur dengan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPD serta tata tertib DPR yang  sangat padat dan hampir dikatakan tidak memberikan ruang publik untuk berbicara.
Dalam praktik penyusunan APBN, saat ini partisipasi publik hanya dilakukan melalui dua metode. Itu pun hanya lahir pada fase penyusunan, bukan pada saat pembahasan. Pertama, mengajukan usulan kepada DPR atau DPD pada saat masa reses yang menampung aspirasi. Metode ini memiliki kelemahan bahwa aspirasi yang dibawa lebih bersifat subyektif. Hal ini karena aspirasi yang dijaring lebih pada pelaksanaan janji kampanye anggota Dewan. Kedua, penyampaian usulan kepada Pemerintah. Usulan ini dapat diajukan dengan banyak cara.
Direktif presiden setelah melakukan pemantauan atau saat ini dikenal blusukan. Dapat pula dilakukan oleh unit pemerintah dengan mengevaluasi program-program kegiatan tahun sebelumnya. Kelemahan metode kedua adalah aspirasi masyarakat harus disesuaikan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pandangan-pandangan alternatif terbaik sekalipun sulit melaju dalam tahap pembahasan RAPBN apabila tidak masuk prioritas-prioritas utama RAPBN.
Dengan terbatasnya peran publik pada pembahasan APBN, maka aspirasi publik terbaik yang tidak tertampung akan menjadi sia-sia. Seperti perahu di tengah ombak besar. Terombang-ambing dan karam. Sedangkan kegiatan prioritas yang tidak mendengarkan aspirasi publik akan berdampak pada ketidakjelasan output.
Bahkan dapat menimbulkan ketidaknyamanan rakyat pada saat eksekusi. Salah satu contoh program APBN yang tanpa memperhatikan aspirasi publik dan akhirnya menimbulkan gejolak sosial adalah pembangunan gedung baru DPR pada tahun anggaran 2013.
Gejolak sosial masyarakat pada media massa akhirnya membatalkan pembangunan gedung baru DPR pada saat itu. Yang kita lihat di sini bukan, tuntutan rakyat menang dengan pembatalan pembangunan gedung baru tersebut. Tapi harus dilihat ada ketidakefektifan penyusunan APBN yang tidak melihat gejolak sosial akibat tidak diakomodirnya suara masyarakat. Apabila dilihat lebih jauh, pembatalan program pembangunan pada program APBN di tengah jalan tidak akan disertai dengan tindakan realokasi anggaran ke program yang lebih efektif, artinya terdapat double loss, yakni gejolak sosial dan adanya ketidakefektifan perencanaan.



Daftar Pustaka : Pasaribu,Rowland Bismark Fernando. 2012. Bahan Ajar Perekonomian Indonesia. Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Kenari. 
 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Universitas Gunadarma

Universitas Gunadarma
Mahasiswa Gunadarma

Anggi Nurdiansyah Saputra

Anggi Nurdiansyah Saputra
MySelf

Popular Post

About

Diberdayakan oleh Blogger.

About

Naruto - Animated Dancing Akatsuki Tobi

Blogger templates

- Copyright © 2013 Anggi Nurdiansyah Saputra | BLOG -Sao v2- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -